Posted by mohamad awal lakadjo | Posted in Artikel Ilmiah | Posted on 02.43
A. TEORI STRES
Stres
merupakan fenomena psikofisik. Steres dialami oleh setiap orang, dengan tidak
mengaenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Stres
bisa di alami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja, atau dewasa; dialami
pejabat atau warga masyarakat biasa; dialami oleh pengusaha atau karyawan; dialami
guru ataupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita.
Stres dapat berpengaruh positif maupun
negatif terhadap individu. Pengaruh positif, yaitu mendorong individu untuk
melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru.
Sedangkan pengaruh negatif, yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak pecaya
diri, penolakan, marah, atau depresi; dan memicu berjangkitnya sakit kepala,
sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.
Teori dasar tentang tentang stres
dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, yaitu sebagai berikut (Ray
Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 530-532; James W. Greenwood, III & James W.
Greenwood, Jr., 1979: 30) (dalam Yusuf dan Nurihsan, 2006: 250-251).
1)
Variabel Stimulus, atau engineering approach (pendekatan
rekayasa) yang mengkonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang
mengancam (berbahya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat
menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stres dapat juga
disebabkan oleh stimulus eksternal baik sedikit maupun banyak.
2)
Variabel Respon, atau phsyiological approach (pendekatan
fisiologis) yang didasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Dia
mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap
stressor, yang dia namakan GAS (General Adaptation Syndrome) yaitu mekanisme
respon tipikal tubuh dalam merespon rasa sakit, ancaman atau stressor lainnya. GAS
terdiri atas 3 tahap, yaitu: (a) reaksi alarm, yang terjadi ketika organisme merasakan
adanya ancaman, yang kemudian meresponnya dengan “fight” atau “flight”. (b)
resistance, yang terjadi apabila stres itu berkelanjutan, di sini terjadi
fisiologis yang melakukan keseimbangan sebagai upaya mengatasi ancaman dan (c) exhaustion, yang terjadi jika stres
terus berkelanjutan di ats periode waktu tertentu, sehingga organisme mengalami
sakit (menurut Selye, organisme memiliki keterbatasan untuk melawan (fight stress). Dia mendefinisikan stres
sebagai “The state which manifests it
self by the GAS”, atau “The nonspecific
response of the body to any demand made upon it”. Selanjutnya dia mengemukakan
bahwa stres merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stres tidak ada
kehidupan, namun kegagalan dalam mereaksi stressor merupakan pertanda kematian.
3)
Variabel Interaktif, yaitu yang
meliputi dua teori yaitu sebagai berikut.
a.
Teori Interaksional. Teori yang memfokuskan
pembahasannya kepada aspek-aspek (1) keterkaitan antara individu dengan
lingkungannya, dan (2) hakikat hubungan antara tuntutuan pekerjaan dengan
kebebasan mengambil keputusan. Namun penelitian-penelitian terakhir
mengindikasikan bahwa terdapat bukti yang lemah yang mendukung hubungan antara
tuntutan-tuntutan spesifik dengan sakit.
b.
Teori Transaksional yang memfokuskan
pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi
dengan lingkungannya, serta gaya-gaya “coping” yang dilakukannya. Salah satu
teori yang terkenal dari teori transaksional ini adalah teori dari Lazarus dan
Folkman (1984). Mereka mendefinisikan stres sebagai “akibat dari
ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan.” Pengertian ini
mengimplikasikan bahwa apabila tuntuan itu lebih besar dari kemampuan yang dimiliki
individu, maka dia akan mengalami stres. Tetapi sebaliknya, apabila kemampuan individu
lebih besar dari tuntutan, atau dia memiliki kesanggupan untuk mengatasi ancaman
yang dihadapi, maka dia menilai tuntutan atau ancaman itu sebagai tantangan,
sehingga tuntutan itu tidak menyebabkan stres.
Terkait
dengan variabel respon terhadap stres, Walter Cannon, sekitar tahun 1932
mengemukakan bahwa manusia merespon peristiwa stres dengan fisik maupun psikis untuk
mempersiapkan dirinya, apakah melawan/mengatasi atau menghindari/melarikan diri
dari stres (fight or flight response). Selanjutnya dia mengatakan bahwa ketika
individu mempersespsi adanya ancaman, maka tubuhnya secara cepat mereaksinya
melalui sistem syaraf simpatetik dan sistem endoktrin. Respon atau reaksi tubuh
itu memobilisasi organisme untuk menyerang atau menghindari ancaman tersebut.
Cannon berpendapat bahwa di satu sisi, respon atau reaksi “fight-or-flight” itu merupakan usaha organisme untuk beradapatasi,
sebab melalui reaksi itu organisme dapat mereapon ancaman secara cepat. Di
dsisi lain, stres itu dapat merugikan organisme, karena menggangu fungsi emosi
dan fisik, serta dapat menyebabkan masalah kesehatan setiap saat. Apabila stres
tersebut terus menerus terjadi, berarti individu akan mengalami masalah
kesehatan selamanya.
Menurut
Dadang Hawari (dalam Syamsu dan Nurihsan, 2006: 251-252) stres tidak dapat
dipisahkan dari distres dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres
merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila
fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distres. Sedangkan depresi
merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia
akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres.
Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai
dan di isi kembali bilamana perlu.
Dari
beberapa pendapat di atas, stres ialah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau
tertekan, baik fisik maupin psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap
stressor stimulus yang berupa peristiwa, objek, atau orang) yang mengancam,
mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan,
atau kesejahteraan hidupnya.
Stimulus
yang termasuk (a) peristiwa, seperti: ujian/tes bagi para pelajar/mahasiswa,
kematian seseorang yang dicintai, banjir dan gempa bumi; (b) objek, seperti:
bbinatang buas, peraturan yang berat atau tuntutan pekerjaan/tygas yang di luar
kemampuan; dan (c) orang, seperti: sikap dan perlakuan orang tua dan guru yang
galak atau kasar, pemimpin yang otoriter, para preman (orang-orang jahat), dan
penguasa yang zalim.
B. GEJALA STRES
Adapaun
orang yang mengalami stres dapat di lihat dari gejala-gejala sebagai berikut.
1)
Gejala Fisik, diantaranya: sakit
kepala, sakit lambung (mag), hipertensi (darah tinggi), sakit jantung atau
jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat
dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil.
2)
Gejal Psikis, diantaranya: gelisah
atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis
(masa bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, malas
belajar atau bekerja, sering melamun, sering marah-marah atau berskap agresif
(baik secara verbal, seperti: kata-kata kasar, dan menghina; maupun non-verbal,
seperti: menmpeleng, menendang, membanting pintu, dan memcahkan barang-barang).
C. Faktor-faktor Pemicu Stres
Faktor-faktor
pemicu stres dapat diklasifiaksikan ke dalam beberapa kelompok berikut.
1)
Stressor fisik-biologis, seperti
penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau keang berfungsinya salah satu
anggota tubuh, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti: terlalu
kecil, kurus, pendek atau gemuk).
2)
Stressor Psikologik, seperti: berburuk
sangka, frustasi karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan, hasud (iri
hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan
keinginan yang di luar keampuan.
3)
Stressor Sosial: (a) iklim kehidupan
keluarga, seperti: hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis (broken
home), perceraian, suami atau istri selingku, suami atau istri meninggal, anak
yang nakal, sikap dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota
keluarga mengidap gangguna jiwa,dan tingkat ekonomi keluarga yang rendah; (b)
faktor pekerjaan, sperti: kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK,
perselisihan denga atasan; (c) iklim
lingkungan, seperti: maraknya kriminalitas, tawuran antar kelompok mahasiswa
atau masyarakat, harga kebutuhan pokok mahal, kemacetan lalu lintas, dan
kehidupan politik ekonomi yang tidak stabil.
Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasala dari dalam maupun dari luar. Faktor yang berasal dari dalam diri oeganisme adalah biologis dan psikologis, sedangkan yang berasal dari luar adalah faktor lingkungan.
1)
Faktor Biologis
Stressor biologis
meliputi faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur,
postur tubuh, kelelahan, penyakit, dan abnormalitas adapatasi.
a.
Faktor Genetika
Faktor
yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika, proses perkembangan
dalam kandungan seperti ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, alkohol atau makan
yang menyebabkan alergi maka akan merusak perkembangan bayi yang sedang di
kandung.
b.
Pengalaman Hidup
Pengalaman
hidup ialah proses transisi kehidupan individu dari masa ke masa, masa transisi melahirkan suasana krisis
atau stres pada individu.
c.
Tidur (Sleep)
Setiap
orang membutuhkan yang namanya tidur, apabila individu mengalami kurang tidur atau
tidurnya kurang nyenyak maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya, seperti:
tidak dapat berkonsentrasi, kurang semangat untuk melakukan aktivitas, mudah
tersinggung, mengalami gngguan halusinasi.
d.
Diet
Diet
artinya makanan atau vitamin sebagai nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam
hidup setiap individu membutuhkan nutrisi yang seimbang, kekurangan atau
kelebihan nutrisi akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh yang normal dan
mengganggu kadar gula darah yang normal, sehingga menimbulkan stres.
e.
Postur Tubuh
Postur
merupakan fungsi dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur
yang kurang sempurna mempunyai pengaruh yang kurang baik kepada suasana
pskologis individu dan kemampuan berhubungan sosialnya dengan orang lain.
f.
Kelelahan
Kondisi
di mana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampun untuk merespon
stimulus.
g.
Penyakit
Semua
penyakit mengganggu ritme biologis yang normal dan cenderung melahirkan
kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, ketegangan otot, dan gangguan
lainnya.
h.
Adaptasi yang abnormal
Adaptasi
yang abnormal ini dapat melamahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respon yang
normal terhadap stressor, sehingga tubuh mudah terserang stres.
2.
Faktor Psikologis
Faktor
psikologis di duga menjadi pemicu stres, diantaranya sebagai berikut.
a.
Persepsi
Salah satu faktor yang telibat dalam
persepsi adalah pancaindera. Ingatan, motivasi, gen keturunan, dan interpretasi
dari sinyal yang di terima oleh pancaindra bersatu membentuk persepsi. Jika
kita dapat mengendalikan persepsi maka kita memiliki kekuatan mengendalikan
sumber stres, karena stres sering muncul atas apa yang kita lihat dan kita
dengar.
b.
Perasaan dan Emosi
1.
Kecemasan
Perasan cemas yang berkepanjangan
menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, dan perilaku stres lainnya.
2.
Rasa bersalah dan khawatir
Rasa bersalah ditandai dengan merasa
diri tidak berguna atau erasa diri sebagai orang jahat, rasa cemas juga
ditandai dengan adanya pikiran negatif akan sesuatu hal secara berulang dan
terus menerus.
3.
Rasa takut
Rasa takut berkaitan denga
kejadianyang akan terjadi, ras takut adalah tanggapan terhadap suatu ancaman
tertentu, beda denga gelisah yang merupakan tanggapan atas ancaman yang belum
menentu kejelasannya. Rasa takut yang tidak terkendali menuju kepada perilaku
mengakibatkan stres.
4.
Marah
Marah adalah emosi yang kuat dengan
ditandai reaksi sitem syaraf yang akut dan denga adanya sikap melawan baik
secara terang-terangan atau tersembunyi. Menahan untuk marah dapat berakibat
stres baik pada secara emosi ataupun psikis.
5.
Cemburu
Cemburu me;liputi keinginan untuk
menguasai, mengendalikan sebagai rasa kepemilikan. Cemburu dapat menimbilkan
rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.
6.
Kesedihan dan kedukaan
Kesediahan dan kedukaan dapat
menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stres.
c.
Situasi
Sebuah konsepsi individual tentang
sesuatu keadaan atau kondisi di man dia berada pada suatu waktu.
d.
Pengalamn hidup
Setiap kejadian dalam hidup memiliki
implikasi psikologis dan mungkin beberapa kejadian dapat menimbulkan stres.
e.
Keputusan hidup
Keputusan hidup memiliki konsekuensi
psikologis yang lama yang akan menentukan jalan hidup dan kesehatan mental
individu.
f.
Perilaku behaviorsemua output dari
setiap tingkatan heirarki dari sistem syaraf, seperti sensasi, perasaan, emosi,
kesadaran, penilaian, dsb. Lebih jauh lagi, setiap peilaku di atas dapat
menyebabkan stres dan juga dapat merupakan akibat dari stres.
3.
Faktor Lingkungan
a.
Lingkungan Fisik, cuaca, peristiwa
alam, gedung tempat kerja tidak nyaman, dll.
b.
Ligkungan biotik, manusia modern
cenderung jadi pemangsa, bagi makhluk lainnya
c.
Lingkungan sosial
Kehidupan perkotoran, gaya hidup modern, suasana
tempat kerja, iklim kehidupan keluarga.
Comments (0)
Posting Komentar